Kegiatan pertambangan diatur
dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(UU Minerba). Untuk lebih merinci pelaksanaan dari Undang-undang ini diturunkan
kembali dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang salah satunya adalah PP No
23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara. Berdasarkan PP ini komoditas pertambangan dikelompokkan dalam 5
golongan yaitu :
1.
Mineral
radioaktif antara lain: radium, thorium, uranium
2.
Mineral
logam antara lain: emas, tembaga
3.
Mineral
bukan logam antara lain: intan, bentonit
4.
Batuan
antara lain: andesit, tanah liat, tanah urug, kerikil galian dari bukit,
kerikil sungai, pasir urug
5.
Batubara
antara lain: batuan aspal, batubara, gambut
Saat ini kegiatan pertambangan
yang lebih dikenal adalah pertambangan untuk komoditas mineral logam antara
lain: emas, tembaga, nikel, bauksit dan komoditas batubara. Selain komoditas
mineral utama dan batubara ini, komoditas batuan memiliki peran yang sama pentingnya
terutama dalam memberikan dukungan material untuk pembangunan infrastruktur
antara lain: pendirian sarana infrastruktur jalan, pembangunan perumahan, dan
gedung perkantoran. Terminologi bahan galian golongan C yang sebelumnya diatur
dalam UU No 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No 4 Tahun 2009, menjadi
batuan, sehingga penggunaan istilah bahan galian golongan C sudah tidak tepat
lagi dan diganti menjadi batuan. Untuk memberikan gambaran tentang Tata Cara
Pemberian Izin Usaha Pertambangan Batuan, berikut akan diuraikan dalam artikel
ini.
Pemberian
Izin Usaha Pertambangan Batuan
Pemberian Izin Usaha Pertambangan
(IUP) batuan berdasarkan PP No 23 Tahun 2010 dilakukan dengan cara permohonan
wilayah. Permohonan wilayah maksudnya adalah setiap pihak badan usaha, koperasi
atau perseorangan yang ingin memiliki IUP harus menyampaikan permohonan kepada
Menteri, gubernur atau bupati walikota sesuai kewenangannya. Pembagian
kewenangan Menteri, gubernur dan bupati/walikota adalah:
1. Menteri
ESDM, untuk permohonan wilayah yang berada lintas wilayah provinsi atau wilayah
laut lebih dari 12 mil dari garis pantai
2. Gubernur,
untuk permohonan wilayah yang berada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 provinsi atau wilayah laut 4 sampai dengan 12
mil
3. Bupati/walikota,
untuk permohonan wilayah yang berada di dalam 1 wilayah kabupaten/kota atau
wilayah laut sampai dengan 4 mil.
IUP mineral batuan diberikan oleh
Menteri ESDM (selanjutnya disebut Menteri), gubernur atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan yang diajukan oleh: badan
usaha, koperasi, dan perseorangan.
IUP
diberikan melalui 2 tahapan yaitu:
I.
Pemberian
Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)
II.
Pemberian
Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Pemberian
WIUP batuan
1. Badan usaha, koperasi atau
perseorangan mengajukan permohonan wilayah untuk mendapatkan WIUP batuan kepada
Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya
2. Sebelum memberikan WIUP, Menteri
harus mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota dan oleh gubernur
harus mendapat rekomendasi dari bupati/walikota
3. Permohonan WIUP yang terlebih
dahulu telah memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai
dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional dan
membayar biaya pencadangan wilayah dan pencetakan peta, memperoleh prioritas
pertama untuk mendapatkan WIUP
4. Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota dalam paling lama 10 hari kerja setelah diterima permohonan
wajib memberikan keputusan menerima atau menolak atas permohonan WIUP
5. Keputusan menerima disampaikan
kepada pemohon WIUP disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas dan
koordinat WIUP. Keputusan menolak harus disampaikan secara tertulis kepada
pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan.
Pemberian
IUP batuan
1.
IUP
terdiri atas : IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi
2.
Persyaratan
IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan: administratif,
teknis, lingkungan dan finansial
Pemberian
IUP Eksplorasi batuan
1.
IUP
Eksplorasi diberikan oleh :
a. Menteri,
untuk WIUP yang berada dalam lintas wilayah provinsi atau wilayah laut lebih
dari 12 mil dari garis pantai
b. Gubernur,
untuk WIUP yang berada dalam lintas kabupaten/kota dalam 1 provinsi atau
wilayah laut 4 - 12 mil dari garis pantai
c. bupati/walikota,
untuk WIUP yang berada dalam 1 wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai
dengan 4 mil dari garis pantai
2. IUP
Eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, dan
perseorangan yang telah mendapatkan WIUP dan memenuhi persyaratan
3.
Menteri
atau guberrnur menyampaikan penerbitan peta WIUP batuan yang diajukan oleh
badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada gubernur atau bupati/walikota
untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi. Gubernur
atau bupati/walikota memberikan rekomendasi paling lama 5 hari kerja sejak
diterimanya tanda bukti penyampaian peta WIUP mineral batuan
4. Badan
usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP beserta
batas dan koordinat dalam waktu paling lambat 5 hari kerja setelah penerbitan
peta WIUP mineral batuan harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dan wajib memenuhi persyaratan
5. Bila
badan usaha, koperasi, atau perseorangan dalam waktu 5 hari kerja tidak
menyampaikan permohonan IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang pencadangan
wilayah menjadi milik Pemerintah atau pemerintah daerah dan WIUP menjadi
wilayah terbuka
Pemberian
IUP Operasi Produksi batuan
1. IUP Operasi Produksi diberikan
oleh :
a. Bupati/walikota, apabila lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam 1
wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai dengan 4 mil dari garis pantai
b. Gubernur, apabila lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam
wilayah kabupaten/kota yang berbeda dalam 1 provinsi atau wilayah laut sampai
dengan 12 mil dari garis pantai setelah mendapat rekomendasi dari
bupati/walikota
c. Menteri, apabila lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam
wilayah provinsi yang berbeda atau wilayah laut lebih dari 12 mil dari garis
pantai setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat
2. IUP Operasi Produksi diberikan
kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagai peningkatan dari
kegiatan eksplorasi yang memenuhi persyaratan dimana pemegang IUP Eksplorasi
dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai peningkatan dengan
mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan operasi produksi
3. Pemegang IUP Operasi Produksi
dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota untuk menunjang usaha pertambangannya
4. Dalam jangka waktu 6 bulan sejak
diperolehnya IUP Operasi Produksi, pemegang IUP Operasi Produksi wajib
memberikan tanda batas wilayah pada WIUP
5. Bila pada lokasi WIUP ditemukan
komoditas tambang lainnya yang bukan asosiasi mineral yang diberikan dalam IUP,
pemegang IUP Operasi Produksi memperoleh keutamaan mengusahakannya dengan
membentuk badan usaha baru
6. Permohonan perpanjangan IUP
Operasi Produksi diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota paling
cepat 2 tahun dan paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya IUP
7. Pemegang IUP Operasi Produksi
hanya dapat diberikan perpanjangan 2 kali dan harus mengembalikan WIUP Operasi
Produksi dan menyampaikan keberadaan potensi dan cadangan mineral batuan kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
8. Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota dapat menolak permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi
apabila pemegang IUP Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi tidak
menunjukkan kinerja operasi produksi yang baik
Ketentuan
pidana pelanggaran ketentuan dalam UU No
4 Tahun 2009 :
a.
Setiap
orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
b.
Setiap
orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan,
melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan
batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)
c. Setiap
orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang
IUP yang telah memenuhi syarat-syarat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
d. Setiap
orang yang rnengeluarkan IUP yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan
menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara
dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi administratif' kepada
pemegang IUP atas pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini berupa:
peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan
eksplorasi atau operasi produksi, atau pencabutan IUP.
Semoga pembahasan tata cara
pemberian IUP serta ketentuan pidana dan sanksi administratif dalam kegiatan
pertambangan batuan ini dapat memberikan gambaran dan mendorong pelaksanaan
kegiatan pertambangan yang baik dan benar serta penerapan penegakan hukum
sehingga dapat mengurangi dampak negatif pertambangan dan meningkatkan dampak
positif melalui penyerapan tenaga kerja, penyediaan bahan baku pembangunan
infrastruktur, pendapatan asli daerah, serta penggerak kegiatan perekonomian di
sekitar lokasi pertambangan.
Penulis : Parlindungan Sitinjak,. - Staf pada Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara, Kementerian ESDM
Sumber :
- http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4387-tata-cara-pemberian-izin-usaha-pertambangan-batuan.html
- Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
- Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Kursus Intensif HukumPertambangan (KIHP), untuk menyikapi iklim bisnis batubara yang sedang turun saat ini, selain membahas aspek-aspek hukum pada usaha pertambangan, KIHP juga akan membahas tentang efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Sesi ini bertujuan agar para pelaku usaha tambang mampu mempertahankan bisnisnya dalam masa krisis seperti sekarang ini. KIHP akan berlangsung selama tiga hari dengan 12 sesi dan pembicara yang kompeten di bidangnya.
Informasi Pendaftaran
Office :
(021) 5577 4835
Gita :
0819 1125 5700,
Syafrudin :
0812 8431 9091
email :
event@emlitraining.com
Website : www.emlitraining.com
EMLI Training
Jalan Maulana Hasanudin, nomor 58, Poris Jaya-Batu Ceper Kota Tangerang.
T.+62 21 5577 4835 F. +62 21 5577 4836
Tidak ada komentar:
Posting Komentar