Dasar-dasar Hukum
Pertambangan Indonesia
Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
menyebutkan bahwa: “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Hal ini berarti Pemerintah, pada prinsipnya, memiliki kewajiban
untuk bertindak sebagai pelaksana kebijakan negara dalam melakukan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya alam yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dengan kata lain, berdasarkan pasal tersebut Pemerintah merupakan pemeran utama
dalam optimalisasi pengusahaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam
sekaligus pemilik sumber daya alam tersebut.
Konsep Pasal 33 ini berbeda dengan yang dianut negara lain yang
menganut bahwa pemilik dari tambang yang ditemukan dalam wilayah area tambang
dari seseorang adalah dimiliki oleh orang tersebut. Indonesia merupakan
negarayang kaya akan bahan galian (tambang) yang meliputi emas, perak,
tembaga,minyak, gas bumi, batubara, dan lain-lain. Bahan galian tersebut
dikuasai olehNegara.
Dalam menjalankan perannya, Pemerintah wajib melaksanakan
optimalisasi dan pemanfaatan sumber daya alamnya secara berkelanjutan dan
pemanfaatannya harus seoptimal mungkin bagi kepentingan rakyat. Dengan
demikian, dalam pengusahaan potensi sumber daya alam tersebut Pemerintah harus
mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Mineral dan batu bara merupakan sumber daya alam yang dikuasai
negara, oleh karenanya pengelolaannya harus memberi nilai tambah bagi
perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk
mencapai tujuan di atas, maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara
harus berazaskan manfaat, keadilan dan keseimbangan, serta keberpihakan kepada
kepentingan bangsa. Sesuai ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ketentuan dalam pasal Kontrak Karya
(KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) harus
disesuaikan (renegosiasi).
Pada dasarnya, pertambangan mempunyai beberapa karakteristik,
yang salah satunya bersifatnon-renewable (tidak dapat diperbarui). Pertambangan
yang memiliki karakteristik ini berisiko lebih tinggi dan pengusahaannya
memiliki dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi
pula dibandingkan dengan pengusahaan komoditi pada umumnya.
Salah satu bentuk dari pertambangan yang bersifat non-renewable
adalah batu bara yang berperan sebagai bahan bakar yang salah satunya paling
penting untukmembangkitkan listrik dan masukan vital dalam produksi baja,
batubara akanmemainkan peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan energi masa
depan.Batubara tergolong dalam bahan galian strategis untuk kepentingan
pertahananserta perekonomian negara. Pemerintah telah menampung angka
kebutuhanbatubara dari seluruh anggota batubara domestik sebesar 82 juta ton
pada tahun2010, dan bertambah 3,03 juta ton dari kebutuhan tahun ini sebesar
78,97 ton.
Indonesia berada dalam urutan kedua dalam sepuluh besar negara
pengekspor batubara di dunia, dimana Indonesia mengekspor batubara sebanyak 162
juta ton pada tahun 2010. Dengan kondisi tersebut, maka amat wajar apabila
kemudian banyak pengusaha lokal maupun dari luar negeri yang tergiur masuk ke
bisnis tambang batubara.
Dasar
Hukum
·
Pasal 33 UUD 1945:
o Ayat (2) Cabang-cabang
produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara
o Ayat (3) Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
- Pasal 169 UU No 4/2009
- KK dan PKP2B yang telah ada
sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka
waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.
- Ketentuan yang tercantum dalam
Pasal KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan
kecuali mengenai penerimaan negara.
- Pengecualian terhadap
penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah upaya
peningkatan penerimaan negara.
Penjelasan Pasal 169 ayat b : semua pasal yang terkandung dalam
KK dan PKP2B harus disesuaikan dengan Undang-Undang.
Sejarah
Hukum Pertambangan
No. Periode
Karakter Umum
1. Berlakunya:
1. Berlakunya:
- UU No. 11 Tahun 1967
- UU No. 1 Tahun 1967
- PP No. 32 Tahun 1969
- Sentralisasi perizinan
- Skema perizinan yang digunakan
adalah KP, SIPD, SIPR, SIPP mekanisme permohonan wilayah
- KK/PKP2B untuk PMA
2. Berlakunya:
- UU No. 22 Tahun 1999
- PP No. 75 Tahun 2001
- Kewenangan penerbitan izin
mulai didesentralisasi ke Daerah
- Skema perizinan yang digunakan
masih menggunakan KP, SIPD, SIPR, SIPP mekanisme permohonan wilayah
- KK/PKP2B untuk PMA
3. Berlakunya:
- UU No. 4 Tahun 2009
- PP No. 22 Tahun 2010
- PP No. 23 Tahun 2010
- PP No. 55 Tahun 2010
- PP No. 78 Tahun 2010
- Desentralisasi perizinan (IUP)
- Diperkenalkan konsep Wilayah
Pertambangan
- Diperkenalkan sistem pelelangan
- Kontrak/perjanjian pertambangan
digantikan dengan sistem IUP
Isu
Krusial Dalam Renegosiasi Kontrak Pertambangan
- Modus
operandi: kewajiban menggunakan perusahaan jasa pertambangan nasional.
- Luas
wilayah: perbedaan pandangan terhadap kemampuan menyelesaikan kegiatan
penambangan di wilayah kontraknya.
- Kewajiban
Pembayaran Kepada Pemerintah (Tarif Iuran Tetap, Royalti dan Pajak Daerah)
- Jangka
waktu kontrak: perbedaan pandangan terhadap masa berlaku kontrak (30
+ 2 x 10 tahun dan 20 + 2 x 10 tahun).
- Kewajiban
Pengolahan dan Pemurnian bagi KK produksi dalam waktu 5 tahun sejak UU
diterbitkan.
- Kewajiban
divestasi terhadap KK dan sebagian PKP2B PMA yang saham nasionalnya
lebih kecil 20%
- Perpanjangan
kontrak menjadi IUP: sebagian pelaku usaha menginginkan IUP diterbitkan
oleh Pemerintah pada saat perpanjangan.
Alur Perizinan Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal :
- Penerbitan
IUP/IUPK Operasi Produksi yaitu Kepemillikan serta letak/lokasi
wilayah tambang, pelabuhan dan unit pengolahan, serta faktor lingkungan
dampak kegiatan
- Penerbitan
IUP Khusus Angkut-Jual yaitu lokus/cakupan dari kegiatan angkut-jual
- Penerbitan
IUP Khusus Olah-Murni yaitu asal dari komoditas tambang yang diolah
Sumber:
Tjoetjoe S. Hernanto (http://advocatetjoetjoe.blogspot.co.id/2013/05/artikel-kajian-rutin- enro-pengenalan.html)
KURSUS INTENSIF HUKUM PERTAMBANGAN
Sejak 2011 EMLI Training telah menyelenggarakan 17 (tujuh belas) kali
Kursus Intensif Hukum Pertambangan (KIHP) dengan lebih dari 1000 alumni. Untuk
menyikapi iklim bisnis batubara yang sedang turun saat ini, selain membahas
aspek-aspek hukum pada usaha pertambangan, KIHP juga akan membahas tentang
efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Sesi ini bertujuan
agar para pelaku usaha tambang mampu mempertahankan bisnisnya dalam masa krisis
seperti sekarang ini. KIHP akan berlangsung selama tiga hari dengan 12 sesi dan
pembicara yang kompeten di bidangnya.
Informasi Pendaftaran
Untuk penawaran, rundown
lengkap kegiatan, serta formulir pendaftaran silahkan menghubungi kami di 021-55774835
Jalan Maulana Hasanudin No. 58, Poris Jaya-Batu Ceper, Kota Tangerang 15122
Office :
(021) 5577 4835
Gita :
0819 1125 5700,
Syafrudin :
0812 8431 9091
email :
event@emlitraining.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar