Hukum Jaminan Pengikatan
Jaminan
A.
PENDAHULUAN
Di dalam pemberian kredit, Bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus
dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum
memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur. Agunan merupakan
salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan
atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.
Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas
adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan
yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat
berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan
(borgtocht).
Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum
dapat dibedakan atas benda bergerak (roerende goederen) dan benda tidak
bergerak (onroerende goederen). Pendapat lain membagi
benda bergerak menjadi berwujud dan tidak berwujud. Berwujud artinya
sifatnya sendiri menggolongkannya kedalam golongan yang segala
barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya
barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan Tidak
Berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan
itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan.
B. JAMINAN KEBENDAAN
Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan,
penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai arti yang penting
sekali. Adanya perbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis
lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana, yang dapat dibebankan
atas benda jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian
jaminan adalah accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian
pokoknya.
Pemberian jaminan dari debitur kepada
kreditur
menimbulkan 2 (dua) sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:
1.
Hak jaminan yang bersifat
umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur,
tanpa memberikan hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang
satu dengan kreditur lainnya.
2.
Hak jaminan yang bersifat
khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur,
dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia
berkedudukan sebagai kreditur privillege (preferent).
Pemberian Jaminan oleh debitur
kepada kreditur
semata-mata hanya sebagai jaminan dalam pengembalian fasilitas kredit yang
telah dinikmati oleh debitur apabila debitur wanprestasi. Salah
satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil hasil dari penjualan barang
jaminan tersebut. Sehingga konsep dasar pemberian jaminan oleh debitur
adalah bukan untuk dimiliki oleh Kreditur. Namun untuk mengantisipasi praktek
perbankan, dalam UU Perbankan No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 (“UU Perbankan”)
Pasal 12A disebutkan bahwa Bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik
melalui pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara
sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar
lelang dari pemilik agunan dalam hal debitur tidak memenuhi
kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib
dicairkan secepatnya.
C.
BENDA
TETAP/TIDAK BERGERAK
Yang dimaksud dengan benda tetap atau barang
tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau
tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan,
pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin
yang melekat pada tanah dimana mesin tersebut berada, kapal laut serta kapal
terbang.
Tanah yang dapat Ddijadikan jaminan
Menurut pasal 4 Undang-undang No.4 tahun 1996
tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang
berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”) Tanah yang dapat dijadikan jaminan
adalah:
1.
Tanah Hak Milik
2.
Tanah Hak Guna Usaha (“HGU”)
3.
Tanah Hak Guna Bangunan
(“HGB”)
4.
Tanah Hak Pakai atas
tanah Negara
Pengikatan jaminan atas tanah hak tersebut di
atas adalah dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (“APHT”) yang meliputi
pula seluruh bangunan dan tanaman yang berada diatasnya dan wajib dilakukan
sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan
yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan PPAT dapat
dipergunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (“SKMHT”) yang harus
diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan. Undang-undang mengatur
bahwa SKMHT juga dapat dipergunakan dalam hal hak atas tanah belum
bersertifikat serta khusus untuk pemberian kredit program.
D.
BENDA BERGERAK
Yang dimaksud dengan benda bergerak atau
barang bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat berpindah atau
dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang-persediaan (inventory),
barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atas
klaim asuransi, dan sebagainya.
Benda-benda tersebut di atas dapat dijadikan
jaminan atas pelunasan utang Debitur. Sedangkan pengikatan jaminan atas
benda-benda tersebut di atas adalah dengan Gadai atau Fidusia.
E.
JAMINAN
NON KEBENDAAN
Selain jaminan kebendaan, jaminan lain yang
dapat diterima sebagai jaminan kredit adalah jaminan non kebendaan, yaitu
Penanggungan.
Sesuai Pasal 1820 KUH Perdata penanggungan
adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan
diri untuk membayar utang debitur bila debitur tidak memenuhi
kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk :
1. Jaminan
Perorangan
2. Jaminan
Perusahaan
3. Bank
Garansi
4. Standby
Letter Of Credit (“SBLC”).
Jaminan perorangan atau perusahaan
diberikan oleh seseorang atau perusahaan untuk menjamin hutang pihak ketiga.
Jaminan perorangan
atau jaminan perusahaan
ini biasanya hanya merupakan jaminan tambahan dari jaminan pokok, artinya
selain jaminan ini Bank biasanya meminta jaminan lainnya. Demikian pula
dalam melakukan eksekusi, Bank akan mendahulukan jaminan pokok dulu sebagai
pelunasan hutang, apabila ternyata masih belum cukup barulah Bank melakukan
eksekusi terhadap jaminan perorangan atau perusahaan.
F. PENGIKATAN JAMINAN
Hak Tanggungan
1.
Hak Tanggungan diatur
dalam UUHT. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah
berikut atau tidak berikut setiap benda yang merupakan bagian dan kesatuannya,
untuk pelunasan suatu utang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan/preferent kepada
Kreditur tertentu terhadap Kreditur lain.
2.
Ciri-ciri Hak Tanggungan
a.
Memberikan kedudukan
diutamakan (preferent) kepada Krediturnya;
b.
Selalu mengikuti obyeknya
dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suite);
c.
Memenuhi asas spesialitas
dan publisitas;
d.
Mudah dan pasti
pelaksanaan eksekusinya;
e.
Tidak dapat dibagi-bagi;
f.
Bersifat accessoir/merupakan
ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum
hutang-piutang.
3.
Obyek Hak Tanggungan
a.
Hak Milik
b.
HGB
c.
HGU
d.
Hak Pakai atas Tanah
Negara
Hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas
dapat dibebani Hak Tanggungan karena memenuhi 2 syarat, yaitu :
1.
Terdaftar dalam buku
tanah di Kantor Pertanahan (memenuhi asas publisitas); dan
2.
Dapat dipindahtangankan.
Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan
kepada instansi Pemerintah, Badan Keagamaan dan Sosial dan Badan Perwakilan
Negara Asing yang tidak dibatasi jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya
digunakan untuk keperluan tertentu wajib didaftarkan, tetapi karena menurut
sifatnya tidak dapat dipindah tangankan bukan merupakan obyek Hak Tanggungan,
sedangkan Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan kepada orang perorangan
dan badan-badan hukum perdata, karena memenuhi kedua persyaratan tersebut di
atas, dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan.
G.
Hapusnya Hak Tanggungan
1.
Hapusnya hutang
sebagaimana diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata yang dijamin dengan Hak
Tanggungan;
2.
Dilepasnya Hak Tanggungan
oleh pemegang Hak Tanggungan;
3.
Pembersihan Hak
Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
4.
Hapusnya hak atas tanah
yang dibebani Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.5 tahun
1960 tertanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(“UUPA”).
Namun untuk tanah HGU, HGB dan Hak Pakai yang
diperpanjang sebelum tanggal jatuh tempo, Hak Tanggungan yang dibebankan
atasnya tetap berlanjut/tidak gugur. Apabila Hak Tanggungan
hapus karena hutang telah dibayar lunas atau karena sebab-sebab sebagaimana
telah disebut di atas, maka Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan atau
roya catatan Hak Tanggungan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja atas permintaan pihak yang berkepentingan.
H.
Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)
SKMHT merupakan akta yang bersifat pemberian
kuasa oleh pemilik tanah/bangunan kepada Kreditur untuk melakukan pembebanan
Hak Tanggungan atas tanah/bangunan yang dijadikan jaminan utang. Pada
dasarnya SKMHT bukanlah pengikatan jaminan, tetapi hanya sekedar kuasa untuk
membebankan Hak Tanggungan dan karenanya Kreditur belum mendapatkan hak-hak
yang seluasnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam SKMHT
(pasal 15 UUHT) adalah:
1.
Hanya diperkenankan dalam
keadaan khusus, yakni apabila pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri
di hadapan PPAT untuk membuat APHT;
2.
Harus berbentuk Akta
Notaril yang dibuat oleh Notaris/PPAT;
3.
Isi SKMHT hanya memuat
perbuatan hukum membebankan Hak Tanggungan;
4.
Tidak memuat kuasa
substitusi;
5.
Tidak dapat ditarik
kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa
tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya;
6.
Jangka waktu berlakunya:
a.
Untuk tanah yang sudah
terdaftar : 1 bulan
b.
Untuk tanah yang belum
terdaftar : 3 bulan;
7.
SKMHT untuk menjamin
pelunasan Kredit Usaha Kecil, berlaku sampai saat berakhirnya masa perjanjian
pokok.
I.
Gadai
Dasar Hukum: Pasal 1150
sampai dengan pasal 1160 KUH Perdata.
1.
Pengertian Gadai
Gadai adalah suatu hak
yang diperoleh seorang Kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh seorang Debitur atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada si-Kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada Kreditur lainnya.
2.
Syarat Gadai
Barang yang digadaikan
harus berada dalam penguasaan fisik Penerima Gadai atau orang lain yang
ditunjuk oleh pemegang/penerima gadai, namun tidak boleh meliputi hak untuk
memakai barang tersebut dengan ancaman batal demi hukum.
3.
Obyek Gadai: Barang
bergerak seperti: kendaraan, mesin, logam mulia, surat saham, surat berharga
lainnya dan lain lain.
4.
Bentuk Pengikatan Gadai
Dapat dilakukan secara
akta Otentik/Notaril atau dibawah tangan.
5.
Sifat Gadai
a.
Mempunyai hak preferent
b.
accessoir
J. Fidusia
1.
Pengertian Fidusia
Jaminan Fidusia diatur
dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999
tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”). Fidusia dahulu dikenal
dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).
Fidusia adalah pengalihan
hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya
sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur
akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya
telah dibayar lunas.
2. Obyek
Fidusia terdiri dari:
a.
Benda-benda bergerak yang
berwujud maupun tidak berwujud;
b.
Benda tidak bergerak,
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan
UUHT.
3.
Yang dapat Memberi
Fidusia
a.
Harus Pemilik Benda
b.
Jika Benda tersebut milik
Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa
substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang
bersangkutan.
4.
Bentuk Pengikatan Fidusia Harus
dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU
Fidusia.
5.
Jaminan Fidusia dapat
diberikan kepada lebih dari satu Penerima atau kepada Kuasa atau Wakil
Penerima Fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan
dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
6.
Larangan melakukan
Fidusia Ulang terhadap Benda Obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar
a.
Apabila benda obyek
jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum Obyek Jaminan Fidusia
telah beralih kepada Penerima Fidusia;
b.
Sehingga pemberian
Fidusia Ulang merugikan kepentingan Penerima Fidusia.
7.
Sifat Fidusia
a.
Asas Droit De
Suite : Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang
menjadi Obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.
b.
Asas Hak Preferent:
§
Dengan didaftarkannya
Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan kedudukan hak yang
didahulukan kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya.
§
Kualitas hak didahulukan Penerima
Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau Likuidasi.
K. Hipotek
Dasar
Hukum Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH
Perdata
1.
Pengertian
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas
benda-benda tak bergerak yang diperoleh oleh penagih untuk mengambil
penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan dan yang dianggap
sebagai jaminan atas utang yang dipinjamkannya kepada pemilik benda
tersebut. Hipotek menyebabkan penagih mempunyai hak pembayaran uang yang
didahulukan dari pada pelunasan atau pembayaran hutang orang lain.
2.
Syarat Hipotek
a.
Atas benda tetap
b.
Dengan akta Notaris
c.
Didaftarkan di Kantor Balik
Nama (Kodester)
3.
Sifat Umum Hipotek
a.
Hipotek adalah hak
kebendaan, yang bersifat absolut, hak itu mengikat bendanya dan memberi
wewenang yang luas kepada si pemilik benda serta jangka waktu hak yang tidak
terbatas.
b.
Merupakan perjanjian Accessoir.
c.
Droit de Preference atau
hak yang didahulukan dari piutang lainnya.
d.
Mudah dieksekusi.
e.
Objeknya benda tetap,
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
f.
Hanya berisi hak untuk
melunasi hutang, dan tidak memberi hak untuk menguasai bendanya.
g.
Dibebankan atas benda
milik orang lain.
h.
Pinjaman Hipotek tak
dapat di bagi-bagi.
i.
Openbaar atau
bersifat terbuka.
j.
Specizalitas.
L. Penanggungan
Dasar Hukum Pasal 1820
sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata
1.
Pengertian
Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak
ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur
bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya
diberikan dalam bentuk: Jaminan Perorangan, Jaminan Perusahaan, Bank
Garansi, Standby Letter Of Credit (SBLC).
2.
Sifat Penanggungan
a)
Sifat Umum
§ Bersifat Accessoir.
§ Bentuk
umumnya tertulis, dapat di bawah tangan / Notaril.
§ Pelepasan
hak-hak istimewa yang diberikan oleh seorang penanggung sebagaimana diatur
dalam pasal 1832 KUH Perdata.
b)
Sifat penanggungan secara
Personal Guarantee/Borgtocht
§ Perorangan
§ Harus
disertai Persetujuan Suami/Istri dari Debitur/Penjamin
§ Penanggungan
berpindah kepada ahli warisnya
c)
Sifat
penanggungan secara Company Guarantee
§ Suatu
perjanjian dimana suatu badan hukum, guna kepentingan si Debitur (berhutang),
mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban si Debitur manakala si Debitur
tersebut wanprestasi.
§ Harta
kekayaan badan hukum tersebut yang dijadikan jaminan.
§ Para pihak
yang berwenang sesuai dengan AD Perseroan.
§ Persetujuan
Komisaris perseroan (apabila disyaratkan dalam AD Perseroan)
3.
Pelepasan Hak-hak
Istimewa
Beberapa hak istimewa dari
penjamin yang diberikan oleh undang-undang, adalah:
1.
Meminta agar harta benda
Debitur disita dan dilelang terlebih dahulu (Pasal
1831 KUH Perdata). Sita dan lelang terhadap harta kekayaan penjamin akan
tiba gilirannya apabila hasil lelang terhadap harta kekayaan Debitur belum mencukupi
untuk melunasi seluruh kewajibannya kepada Bank, yang dengan demikian hak ini
akan menimbulkan kewajiban bagi penjamin untuk menunjukkan harta kekayaan
Debitur yang akan dikenakan sita atau dilelang;
2.
Meminta pemecahan utang (Pasal
1837 KUH Perdata). Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum
untuk satu Debitur dan untuk satu utang, maka masing-masing penjamin dapat
bertangung jawab secara proporsional;
3.
(i) Menuntut
pembayaran kembali dari Debitur atas jumlah yang telah dibayarnya kepada
Kreditur (Pasal 1839 KUH Pedata), dan lebih dari itu
memungkinkan penjamin untuk (ii) menerima pengalihan hak dari Kreditur (subrogasi)
atas seluruh hak Kreditur (Pasal 1840 KUH Perdata), seperti hak
Kreditur atas hak tanggungan atau fidusia, mengingat apabila penjamin telah
melakukan pembayaran atau telah memenuhi kewajibannya maka secara hukum hak
Kreditur berupa pelunasan utang dari Debitur beralih kepada penjamin;
4.
Menuntut Debitur untuk
mengganti kerugian atau dibebaskan dari penanggungan sebelum penjamin membayar
kewajibannya (Pasal 1843 KUH Perdata), karena
sebab-sebab: (i) apabila penjamin digugat di pengadilan untuk membayar, (ii)
Debitur berjanji membebaskan penjamin pada waktu tertentu, (iii) utang sudah
dapat ditagih karena lewatnya waktu yang ditetapkan untuk penjaminannya, atau
(iv) jangka waktu penjaminan lebih dari 10 tahun, dalam hal perjanjian pokok
tidak menetapkan batas waktu pengakhiran perjanjian. Menurut hemat kami, Pasal
ini masih dapat diperdebatkan, mengingat sebelum penjamin melakukan pembayaran
apapun, maka: (i) akan sulit untuk meminta ganti kerugian kepada Debitur, dan
(ii) permintaan penjamin untuk dibebaskan dari penangungan hendaknya dimintakan
kepada Kreditur (bukan kepada Debitur), mengingat Kreditur adalah pihak yang
menerima penanggungan;
5.
Mengajukan keberatan
menyangkut penanggungan yang diberikannya (Pasal
1847 KUH Perdata), dan bukan keberatan menyangkut keadaan Debitur. Sebagai
contoh, penjamin tidak diperkenankan mengajukan keberatan sehubungan dengan
adanya perubahan susunan pengurus dari Debitur;
6.
Meminta kepada Kreditur
untuk dibebaskan dari kewajibannya, apabila (i) Kreditur
telah menghilangkan hak-hak istimewa dari Kreditur (Pasal 1848 KUH Perdata),
seperti hak yang timbul dari hak tanggungan, atau (ii) Kreditur secara sukarela
menerima kekayaan Debitur sebagai pembayaran utang Debitur (Pasal 1849 KUH
Perdata).
Pelepasan beberapa hak istimewa dari
penjamin, yang disepakati oleh penjamin dan Bank dalam perjanjian penanggungan,
mengandung akibat-akibat sebagai berikut:
a.
Pelepasan
Pasal 1831 KUH Perdata. Dalam hal Debitur lalai memenuhi kewajibannya, maka
Kreditur dapat langsung meminta penjamin untuk memenuhi kewajiban dari Debitur,
dan apabila penjamin tidak memenuhi kewajiban yang diminta Kreditur maka Kreditur
dapat mengajukan permohonan sita dan lelang langsung terhadap harta kekayaan
penjamin.
b.
Pelepasan
Pasal 1837 KUH Perdata. Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum,
maka masing-masing penjamin terikat untuk seluruh utang (tidak proporsional)
dan apabila terdapat penjamin lain yang tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka
penjamin lain akan menjadi penjamin atas porsi kewajiban dari penjamin yang
tidak mampu tersebut.
c.
Pelepasan
Pasal 1430 KUH Perdata. Penjamin untuk mengurangi besarnya penanggungan atau
besarnya kewajiban yang harus dibayarnya, dapat meminta antara Kreditur dengan
Debitur memperjumpakan utangnya (set-off) terlebih dahulu, dalam hal
Kreditur ternyata memiliki kewajiban kepada Debitur. Dengan dilepaskannya hak
ini, tentunya penjamin tidak diperkenankan untuk meminta perjumpaan utang
antara Kreditur dan Debitur.
d.
Pelepasan
Pasal 1843 KUH Perdata. Penjamin tidak diperkenankan menuntut ganti kerugian
atau meminta kepada Debitur untuk dibebaskan dari perikatan penanggungan,
dengan alasan-alasan yang diuraikan dalam butir 2.4 di atas.
e.
Pelepasan
Pasal 1848 dan 1849 KUH Perdata. Apabila harta kekayaan Debitur, yang nantinya
akan menjadi jaminan untuk penjamin, telah dialihkan oleh Debitur karena Kreditur
sebelumnya telah melepaskan haknya terhadap harta kekayaan dimaksud atau bahkan
harta kekayaan dimaksud telah diterima oleh Kreditur sebagai pembayaran
kewajiban Debitur, maka penjamin akan kehilangan (kesempatan terhadap) harta
kekayaan Debitur yang akan/dapat menjadi jaminan atau sumber pelunasan
kewajiban Debitur kepada penjamin nantinya.
M.
Standby Letter Of Credit (SBLC)
1.
Pengertian SBLC atau
sering disebut Clean L/C merupakan pernyataan janji bayar dari Bank penerbit
untuk membayar saat diminta oleh Bank penerima berkenaan dengan:
a.
Kewajiban pemohon sebagai
debitur
b.
Kewajiban pemonohon
sebagai garantor
c.
Kewajiban lainnya dari
pemohon
2.
Pedoman SBLC: Uniform
Customs And Practice For Documentary Credits 500 (“UCP”)
3.
Karakteristrik SBLC
a.
Irrevocable, yaitu
tidak dapat dibatalkan.
b.
Primary Obligatoir, yaitu
penerbit tidak dapat meminta pemohon untuk memenuhi kewajibannya terlebih
dahulu.
c.
bersifat tidak accessoir.
d.
Saat klaim diajukan dapat
mensyaratkan dokumen atau tidak.
SBLC tidak accessoir dengan
perjanjian pokoknya, karena dalam UCP 500 pasal 3 disebutkan bahwa SBLC adalah
transaksi yang terpisah dari perjajian lainnya yang menjadi dasar penerbitan
SBLC.
4.
Syarat Formal SBLC
a.
Jenis SBLC (yang diterima
dan diterbitkan hanya Irrevocable SBLC)
b.
Mata uang dan jumlah uang
jaminan
c.
Jangka waktu berlakunya
penjaminan
d.
Transaksi yang dijamin
e.
Cara pembayaran bila SBLC
diklaim
f.
Ketentuan yang mengatur
SBLC
g.
Tempat pembayaran klaim
SBLC
Pembahasan mengenai SBLC secara umum juga
dibahas dalam BAB VII mengenai Letter of Credit.
Sumber:
https://legalbanking.wordpress.com
Dalam
dunia bisnis kerap kali kita berhubungan dengan hukum kebendaan dan jaminan.
Khususnya yang berhubungan dengan pemberian kredit agar mendapat pengembalian
utang secara lancar, dan akibat dari suatu barang jaminan terkait kepentingan
pihak ketiga. Termasuk jaman Era baru supervisi tunggal dari Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai satu-satunya Otoritas Pengawas seluruh Industri Jasa
Keuangan di Indonesia. Oleh karena itu, sangat diperlukan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan, lewat sarana pembahasan secara khusus dan
mendalam mengenai dasar-dasar hukum Kebendaan dan jaminan serta eksekusi barang
Jaminan sampai perkembangan terkini.
Merespon
hal tersebut, EMLI Training menyelenggarakan Kursus Intensif Hukum Jaminan
(KIHJ). KIHJ adalah kursus yang menyajikan materi hukum jaminan secara lengkap
dan mendetail dengan pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya. Dengan
mengikuti KIHJ diharapkan para peserta akan memahami secara mendalam pengertian
hukum kebendaan dan jaminan, jenis-jenis hukum jaminan, eksekusi atas jaminan,
hak pemegang jaminan dalam pailit atau pembubaran dan hal-hal lain yang akan
disampaikan dalam 11 sesi pertemuan.
Tempat Pelaksanaan
Amaris
Hotel, Jalan Prof. Dr. soepomo, S.H. Nomor 33, Tebet Barat-Jakarta Selatan,
Indonesia.
Waktu
Selasa-Kamis,
29 November-1 Desember 2016
Investasi
Rp6.500.000,-
/peserta
• Dapatkan potongan early bird sebesar
Rp750.000,-
(pembayaran maksimal 1 minggu sebelum acara)
Untuk
penawaran, rundown lengkap kegiatan, serta formulir pendaftaran silahkan
menghubungi kami EMLI Training;
Jalan
Maulana Hasanudi No. 58 Poris Jaya-Batu Ceper Kota Tangerang, Banten 15122
Office
: (021) 5577 4835
Gita : 0819 1125 5700
Syafrudin : 0812 8431 9091
email
: event@emlitraining.com